Bertugas Mengotopsi Balita Yusuf di Samarinda, Dokter Hastry Merasa Seperti Pulang Kampung

 301 total views

Bertugas mengotopsi balita Yusuf di Samarinda, dokter Hastry merasa seperti pulang kampung.

Read More

Di tengah viralnya kasus kematian balita Yusuf (4 th) yang ditemukan tanpa kepala setelah hilang selama 16 hari dan berujung pada pembongkaran makamnya untuk proses autopsi, ada kisah menarik tentang kedatangan sang dokter forensik yang akan memimpin proses autopsi.

Kali ini penulis hanya ingin membahas sisi lain tentang sosok perempuan hebat yang masih sangat hangat dibicarakan oleh publik di Samarinda karena kepiawaiannya menangani banyak kasus – kasus besar.
Sebut saja seperti kasus tragedi bom Bali I­-II pada 2002 dan 2005, lalu tragedi bom Kuningan (Kedubes Australia) pada 2004, tragedi bom JW Marriott Kuningan pada 2009, lalu petaka kecelakaan pesawat Sukhoi di Gunung Salak pada 2012. juga menangani insiden Malaysia Airlines MH-17 di Ukraina pada 2014, hingga jatuhnya Air Asia QZ8501 di dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah pada 2015 serta banyak kasus pembunuhan dan mutilasi yang sulit terungkap di tanah air, ada peran besar beliau di dalam semua itu.

Beliau adalah KBP Dr dr Sumy Hastry Purwanti SpF DFM, kartini dari dunia forensik kaliber kelas dunia yang dimiliki oleh DVI Polri ini cukup menyita perhatian. dikenal dengan segudang prestasi dengan predikatnya sebagai perempuan bergelar doktor forensik pertama se-Asia, datang ke kota Samarinda untuk melakukan 2 autopsi sekaligus pada hari yang sama untuk 2 kasus yang cukup viral di kota tepian itu.

Ketika ditemui di lobi Hotel Bumi Senyiur Samarinda, kepada penulis beliau bercerita cukup panjang tentang betapa terkesannya beliau atas kedatangannya dalam rangka bertugas ke Samarinda.

Dokter paruh baya kelahiran Jakarta 23 agustus 1970 ini bercerita tentang pengalamannya melakukan autopsi ke beberapa daerah yang berdekatan dalam hari yang sama dan biasanya itu atas permintaan penyidiknya.

“Tapi kali ini beda banget saya diminta oleh sebuah lembaga yang sama dan dengan tim kuasa hukum yang sama untuk melakukan 2 autopsi sekaligus. amazing banget bagi saya karena ini tidak pernah terjadi sebelumnya.” Ungkapnya dengan penuh semangat.

Perempuan yang terlihat smart dan sangat humble ini menceritakan kedatangan ke Samarinda membuat beliau merasa bahagia seperti ‘Pulang kampung’

“Awesome banget saya bisa lihat kota Samarinda karena terakhir ke kota ini tahun 1986 waktu saya lulus SMP diajak mbah kakung saya yang punya kampung di Loa kulu. Saya hanya ingat naik kapal klotok lalu naik bis dan jembatan yg dekat mesjid itu saja” ungkapnya sambil tersenyum mengingat masa kecilnya menyusuri kota Samarinda.

Pada saat itu kedatangannya bersama kakeknya dari pihak bapak yang bernama Mbah Tarno untuk bertemu dengan sepupu – sepupunya yang berada di desa Sumber sari Loa kulu Kutai kartanegara.

“Bapak saya namanya Suwono, biasa dipanggil Kaik dan nenek saya (istri mbah tarno) bernama Ninik itu asli kutai – dayak. kakek saya datang dari Nganjuk dan tinggal menetap di Loa kulu lalu menikah dengan nenek saya yang penduduk asli di sana. keluarga nenek banyak di sana tapi saya tidak ingat. kalau ibu saya berasal dari Banten”

Ketika penulis bercanda apakah beliau bisa berbahasa Kutai, “Wah saya tidak bisa karena besar di Semarang. tapi kemarin saya bisa kesana itu sungguh membuat saya merasa rindu dengan masa kecil saya” tutupnya sambil tersenyum.

Nah.. bagaimana warga Loa kulu? bangga kan kalau ternyata dokter sehebat beliau ternyata berasal dari Kutai Kartanegara.

Penulis Nana Jr.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *