TITIK AMAN GP, ANIES DAN RK SEBAGAI CAPRES 2024, ADA DI PT 0%

 337 total views

Oleh : Ir. Dony Mulyana Kurnia ( DMK ) – Ketua Umum DPP Barisan Islam Moderat ( BIMA )

Read More

Kalkulasi dari seluruh hasil survey, jika di rata-ratakan hasilnya, maka ada tiga kepala daerah yang popularitas dan elektabilitasnya sangat baik, untuk menjadi kandidat capres, siapa lagi kalau bukan Ganjar Pranowo, Anies Baswedan dan kuda hitam Ridwan Kamil. Namun tentu saja walaupun ketiganya memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi, masih rawan untuk bisa menjadi capres, karena aturan persyaratan presiden threshold (PT) 20% dukungan partai dan atau koalisi partai, bagi setiap capres.

Ketiga kepala daerah tersebut belum tentu bisa mendapat dukungan partai, jika melihat hegemoni partai dan koalisi partai sa’at ini.
Sangat mungkin pola politik ekstrim sa’at ini, mendepak ketiga kandidat capres kepala daerah potensial tersebut, yang di dukung argumen bahwa sudah sa’atnya kader-kader partai yang menjadi capres dan cawapres, bukan orang luar partai. Logika politik dominasi kader partai tersebut, bukan hal yang mustahil, karena menurut perundang-undangan yang ada, tentunya sah-sah saja. Tidak ada aturan partai, dalam pencalonan presiden harus mengikuti hasil survey. Hasil survey hakikatnya hanya salah satu bahan pertimbangan saja, bagi partai untuk menentukan sikap.

Mari kita lihat rekonstruksi koalisi partai untuk mencapai dukungan PT 20% beserta kandidat-kandidat kader partai. Yang pertama yang sudah sangat mengental adalah koalisi PDIP dan Gerindera, yang terlihat jelas naga-naganya akan mengusung Prabowo dan Puan. Semua pengamat politik sangat mengetahui kekentalan bangunan koalisi partai ini, bahkan mayoritas kader the rulling party PDIP sudah mewanti-wanti bahwa ideologis nasionalis Trah Soekarno adalah harga mati, dan sudah waktunya untuk bisa memimpin Indonesia di masa depan, siapa lagi kalau bukan Puan Maharani, dan kemungkinan besar akan mendepak Ganjar Pranowo yang di anggap rankingnya masih di bawah Puan sebagai kader partai. Kemudian koalisi PDIP dan Gerindera ini, sangat kuat untuk menarik PKB yang kemungkinan besar akan mengalah di dalam pencalonan presiden, PKB walau santer mengusung Cak Imin sebagai capres, sudah di duga manuver ini pada akhirnya hanya bargain position PKB untuk mendapatkan jatah dua, atau tiga menteri di kabinet.

Kemudian rekonstruksi koalisi Indonesia bersatu, yang terdiri dari GOLKAR, PAN dan PPP. Calon presiden dari koalisi ini, yang terlihat sangat kental dari kader partai adalah dukungan GOLKAR kepada Airlangga Hartarto, dan mungkin-mungkin saja koalisi Indonesia bersatu percaya diri tinggal mencari wakilnya Airlangga, dan yang terpilih adalah calon yang kuat secara finansial, misalnya Erick Tohir, dan bukannya memilih ketiga kepala daerah GP, RK atau Anies. Dalam politik, masalah finansial ini, di akhir sa’at akan menjadi dewa penentu, kita masih ingat bagaimana Sandi Uno di pilpres 2019, tiba-tiba di detik akhir pencalonan mampu mendepak hegemoni calon-calon presiden dari kalangan ulama yang notabene populer dan di dukung 212.

Dari rekonstruksi kedua bangunan koalisi ini, terlihat jelas akan terjadi klik-klikan, karena kedua koalisi ini adalah lahir dari rahim yang sama, semuanya adalah incumbent pendukung Jokowi. Sejarah 2019 terlihat jelas siapa sangka pada akhirnya Jokowi, KMA, Prabowo dan Sandi Uno, semuanya menjadi satu kesatuan, dengan berbagai dalih dan retorika untuk menjaga persatuan bangsa.

Dan kemudian Nasdem, apa betul percaya diri akan membangun kekuatan perlawanan, dengan membangun koalisi bersama Demokrat dan PKS, dengan mendukung capres Anies?, logika politik mengatakan, tentu saja hal ini belum tentu terjadi, karena Nasdem pun sangat berhitung hegemoni kekuasaan yang sudah di bangun bersama Jokowi, dan tentu semua curiga ? manakala terjadi pertemuan baru lalu, antara Surya Paloh dengan Jokowi. Sudah barangtentu di antara keduanya terjadi perbincangan-perbincangan dan negosiasi untuk savety player, dan kemungkinan besar, arah dari partai Nasdem adalah bergabung bersama koalisi Indonesia bersatu. Jika hal ini terjadi hapuslah sudah peluang Anies jadi capres, karena Demokrat dan PKS sebagai oposisi tidak mencapai PT 20%, dan keduanya tidak bisa mengusung capres dan akhirnya akan di kawin paksa oleh kedua hegemoni kekuatan politik yang lahir dari incumbent koalisi pendukung Jokowi ini. Dengan konstelasi politik ini, head to head di 2024 sangat mungkin terjadi lagi, dengan logika klik-klikan seperti halnya terjadi di pilpres 2019. Kalah atau menang elit-elit capres dan cawapres bersatu kembali atas dasar retorika demi persatuan bangsa.

Rekonstruksi dan konstelasi head to head 2024, adalah yang paling di sukai oleh Oligarki, yang mana kekuatan modal kapitalis ini, tidak sukar untuk menyokong keduanya. Dan hasil akhirnya siapapun yang menang, tetap dalam genggaman dan berhutang kepada Oligarki. Hal inilah sesungguhnya yang membuat Demokrasi di Indonesia mengalami sakit kronis.

Oleh karena itulah sangat wajar jika rakyat Indonesia mendukung gerakan perubahan, untuk memperbaiki demokrasi dengan menghapus PT 20% menjadi PT 0%, sehingga calon-calon potensial seperti ketiga kepala daerah GP, Anies dan RK pun, lebih mudah untuk mencari titik aman mendapatkan dukungan partai untuk menjadi capres.

Bisa di bayangkan jika ada 15 partai peserta pemilu, maka setiap partai wajib mencalonkan calon presiden dan wapres, maka ada 15 (lima belas) pasangan capres dan cawapres pada putaran pertama. Dan kemudian pada putaran kedua barulah terjadi koalisi partai untuk mendukung ranking satu dan ranking dua yang kemudian dipertarungkan lagi untuk mencapai legitimasi minimal dukungan rakyat 50% plus satu. Dengan sistem ini Demokrasi akan lebih sehat, dan kedaulatan rakyat tentunya akan lebih kuat, kokoh dan tidak membuat perpecahan akut seperti halnya terjadi pada pilpres 2014 dan 2019. Bisa di bandingkan emosi masa pada sa’at terpilih SBY presiden, lebih dingin ketimbang keterpilihan Jokowi, karena calonnya lebih dari dua dan tidak head to head, menjadikan pemilihan lebih elegan, karena emosi masa sudah masuk di putaran pertama, sehingga kemudian di putaran kedua pemilihan secara emosi masa menurun grafiknya tinggal colling down, masa akan bergembira, siapapun terpilih adalah putra terbaik bangsa. Dan yang lebih penting Capres dan Cawapres bisa lahir alamiah, murni dari kehendak rakyat sejati, bukan hasil setting Oligarki, yang membuat utang politik akut, untuk menghimpun dukungan koalisi partai PT 20%, yang akibatnya hampir pasti head to head lagi.

Bagi pro demokrasi dan reformis sejati, marilah kita semua mendukung dan berdo’a, agar tuntutan PT 0%, yang di ajukan gugatannya oleh DPD RI kepada MK, bisa di kabulkan oleh MK, dengan harapan besar, tatanan negara dalam pilpres lebih baik, dan melahirkan pemimpin terbaik, sehingga dengan kepemimpinan yang baik ini, Indonesia ke depan bisa menjadi negara aman, sejahtera dan maju, Gemah Ripah loh Jinawi, Baldatun Thayibatun wa Rabbun Ghaffur. Aamiin YRA.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *