Lampung Timur, Global Investigasi News…
Pernyataan ini disampaikan oleh Aktivis Pencegahan Korupsi Arip Setiawan, yang menegaskan agar para kepala desa terpilih tidak sembarang mengganti perangkat desa tanpa didasari aturan. “Ada aturan-aturan yang mendasari terkait pergantian perangkat desa. Jadi tidak bisa semena-mena, misal janji politik ke masyarakat pada saat pencalonan sebelumnya, ” ujar Arip
Sebab, kata dia, untuk memberhentikan perangkat desa, harus memenuhi unsur sebagai mana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 tahun 2017 tentang pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa. Berdasarkan pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 tahun 2017 tentang pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa, perangkat desa itu bisa diberhentikan apabila yang bersangkutan meninggal dunia, berhenti sendiri (mengundurkan diri), atau diberhentikan. “Sekarang, untuk memberhentikan perangkat desa ini tidak mudah seperti pada saat masih jabatan periodisasi. Kades memang boleh menghentikan perangkat desanya, tapi tidak boleh sembarangan karena harus sesuai dengan ketentuan pasal 5 Permendagri Nomor 67 tahun 2017,” kata Arip.
Kepada Awak Media Arip menyarankan agar para kades terpilih hendaknya bisa mengarahkan perangkat desanya dengan menunjukan kinerjanya agar antara kades dan perangkat bisa sinkron dalam menjalankan pemerintahan, karena apabila Merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2017 dalam pasal 1 angka 5 disebutkan Perangkat Desa adalah unsur staf yang membantu kepala Desa dalam penyusunan kebijakan dan koordinasi yang diwadahi dalam sekretariat Desa, dan unsur pendukung tugas kepala Desa dalam pelaksanaan kebijakan yang diwadahi dalam bentuk pelaksana teknis dan unsur kewilayahan. Sejak keluarnya Undang-Undang Desa dan peraturan turunannya, sejak itu juga dilakukan perekrutan perangkat desa dan aturan pemberhentian perangkat desa. Berdasarkan peraturan tersebut, semestinya tidak ada lagi pemberhentian perangkat desa secara semena-mena. Tindakan kepala desa yang bertindak sewenang wenang tanpa aturan memberhentikan perangkat desa seperti raja-raja kecil yang kebal hukum. Bahkan ada perangkat desa dipecat dengan dasar adanya penolakan dari sekelompok orang yang diduga sengaja di atur skenario oleh kepala desa,” Imbuh Arip Kembali.
Menurut pengamatan Aktivis Pencegahan Korupsi ini, pemberhentian perangkat desa oleh kepala desa biasanya disebabkan beberapa faktor antara lain:
Pertama,
Keinginan memasukkan tim sukses sebagai balas budi. Pada masa pencalonan kepala desa, dibutuhkan tim sukses untuk menghantarkan calon kepala desa mendapat jabatan lewat penggalangan masa untuk memilih calon tertentu. Maka tim sukses sangat berjasa kepada kepala desa terpilih. Setelah mendapat jabatan kepala desa, tentu para tim sukses akan menagih janji kepala desa untuk menerima aspirasi ketika direkrut menjadi tim sukses. Maka muncul rencana untuk memasukkan para tim sukses ke perangkat desa. Tentu upaya yang dilakukan oleh kepala desa mengganti perangkat desa.
Kedua,
Kepala desa memaksakan perangkat desa untuk mengikuti aturanya. Salah satu cara yang dilakukan kepala desa agar perangkat desa bermasalah yaitu membuat aturan yang sesuai keinginan kepala desa. Ketika perangkat desa tidak bisa mematuhi kebijakan sang kepala desa maka kepala desa akan berdalih sang perangkat desa akan dipecat.
Ketiga,
Ketidaktahuan akan regulasi. Syarat menjadi kepala desa minimal pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) atau sederajat. Pendidikan tentu mempengaruhi tingkat kepemimpinan seorang kepala desa. Terkadang terjadinya pemberhentian perangkat desa karena ketidaktahuan kepala desa akan adanya aturan tentang larangan pemberhentian perangkat desa. Meskipun hal tersebut alasan tidak masuk akal sebab sebelum melakukan pemberhentian perangkat desa, kepala desa harus berkoordinasi bahkan mendapat rekomendasi dari camat. Tentu Camat sebagai atasan dari struktur pemerintahan pasti memberitahukan rambu-rambu terkait pemberhentian perangkat desa.
Keempat,
Mandulnya Rekomendasi Camat. Senjata kepala desa untuk memberhentikan perangkat desa yaitu telah mendapat rekomendasi camat. Sebelum mengeluarkan surat keputusan pemberhentian perangkat desa, maka kepala desa terlebih dahulu meminta rekomendasi camat. Munculnya permasalahan pemberhentian perangkat desa tidak terlepas dari peranan camat. Semestinya, dalam memberikan rekomendasi, camat harus melakukan penelitian terlebih dahulu terhadap permohonan kepala desa. Namun acapkali kepala desa kongkalikong dengan camat, akhirnya surat sakti (rekomendasi) dengan gampang diperoleh kepala desa. Akhirnya banyak perangkat desa yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan dimenangkan karena dasar pemberhentian perangakat desa tidak memenuhi syarat karena melanggar peraturan perundang-undangan. Kita ambil di Desa Muarajaya Kecamatan Sukadana Para Perangkat Desanya di berhentikan oleh Kadesnya tapi tidak mengikuti aturan yang ada yang akhirnya para perangkat ini mengadukan Gugatan ke PTUN di Bandar Lampung dan Akhirnya di menangkan Mereka, sudah pasti Penggugat yang menang ini bisa mengajukan Kerugian juga bahkan bisa juga melaporkan balik Kepala Desanya dengan Penyalahgunaan Wewenang,” Katanya.
(Hairul Ali)