Lampung Timur, Global Investigasi News….
Dunia olahraga selalu diidentikan dengan nilai kejujuran dan sportivitas. Sayang, kenyataannya tak selalu sesuai. Nilai kejujuran dan sportivitas yang digembar-gemborkan seringkali hanya menjadi Slogan di Spanduk-Spanduk atau pidato yang disampaikan dalam acara olahraga. Setidaknya nilai tersebut tidak tercermin dalam kasus-kasus korupsi yang terjadi di sektor Olahraga.
Salah satu kasus korupsi yang saat sedang bergulir di KONI Provinsi Lampung, dengan adanya dua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus Dugaan Korupsi Dana Hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Lampung sebesar Rp 2,5 Miliar. Kedua tersangka yakni Inisial AN dan FN, dugaannya melakukan tindak pidana Korupsi jasa catering dan penginapan pada kegiatan PON XX Papua Tahun 2020.
Kasus itu bermula saat KONI Lampung mendapatkan dana hibah pada 2020 untuk kegiatan Atlet di PON XX Papua sebesar Rp60 miliar. Dari hasil penyidikan, telah terjadi penyimpangan Anggaran dalam pembentukan dan pemberian insentif Satgas KONI Lampung.
Kemudian adanya temuan penyimpangan anggaran katering dan penginapan untuk kegiatan training center, Masih teringat di Lampung Timur pun pernah kejadian seperti itu, dengan ditetapkannya Saryono Sekum KONI Lampung Timur dengan Vonis 2 Tahun 8 Bulan kurungan serta harus membayar uang pengganti Rp.458.490.000, -, waktu itu Saryono telah terbukti merugikan Keuangan Negara Rp.608.490.000, -, belum contoh-contoh di Daerah lainnya,’ Ujar Arip.
Terkait Contoh permasalahan tersebut diatas, Awak Media mencoba Wawancara dengan Arip Setiawan yang pernah menjabat Mantan Sekum KONI Lampung Timur yang diberhentikan tanpa adanya Surat Pemberhentian maupun Penonaktipan oleh Ketua Umumnya dengan bahasa atas perintah Bupati Lampung Timur pada kesempatan ini menegaskan, Seperti kebanyakan Dana Hibah lainnya, Hibah keolahragaan pun rentan disalahgunakan,
Jika merujuk pada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan hasil pemeriksaan baik di tingkat pusat maupun daerah atas penggunaan dana hibah keolahragaan, setidaknya ada 3 hal yang selalu menjadi temuan.
Pertama , seringkali tidak ada proses evaluasi/ penilaian atas kelayakan usulan hibah yang disampaikan ke pemberi hibah. Biasanya hal ini diikuti juga dengan praktik suap dari calon penerima hibah agar mendapatkan alokasi. Pada akhirnya, penerima hibah ditetapkan berdasarkan kedekatan dan siapa yang bisa memberikan keuntungan bagi pemberi hibah.
Kedua,
Penggunaan dana hibah tidak tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan bukti yang lengkap. Biasanya bukti yang diberikan hanya berupa kuitansi tanpa dilengkapi dokumen pendukung lainnya.
Ketiga,
Penggunaan dana hibah tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) penggunaan dana hibah yang sudah ditetapkan sebelumnya, sehingga terjadi adanya Belanja Fiktip & Pemalsuan Nilai Total belanja barang, bahkan penipuan jumlah bantuan kepada Pengurus Cabang Olahraga yang tidak sesuai dengan jumlah yang diterima,’ tegas Arip.
Begitu banyaknya contoh dan banyaknya temuan dan kasus korupsi dana hibah keolahragaan, seharusnya pemerintah mengambil langkah tegas.
Pertama, mengubah proses pengajuan dana hibah dari Manual ke Digital. Misalnya setiap pengajuan disampaikan melalui sistem.
Kedua, membuka informasi mengenai proses penerimaan Dana Hibah dan daftar penerima serta besaran dana hibahnya. Dengan demikian, ruang-ruang potensi terjadinya korupsi dapat diperkecil,’ Kata Arip Kembali.
(Hairul Ali)