Apa Penyebabnya, “Ruang Inap RSUD Hasri Ainun Habibie Dinilai Lambat Pembangunannya ?!”

Loading

Gorontalo–Pembangunan Ruang Inap RSUD Hasri Ainun Habibie tidak sesuai harapan. Sudah empat bulan dikerjakan dari delapan bulan masa kontrak [Mei – Desember], progres pekerjaan baru mencapai 30 persen yang seharusnya 50 persen.

Read More

Keterlambatan disebabkan tiang pancang tiba di lokasi nanti hampir dua bulan pasca penandatanganan kontrak Mei lalu, atau setelah uang muka sebesar 20 persen cair.

Ruang Inap berlantai 5 itu dikerjakan PT. Alqybar Resky Mandiri yang berpusat di Makassar dan anggaran Rp. 25.9 Miliar bersumber dari Dana Alokasi Khusus tahun 2024. Peletakan batu pertamanya dilakukan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin pada 24 Mei. Khabarnya kehadiran menteri Sadikin atas undangan Pj. Gubernur Rudy Salahuddin. Kamis, (03/10/2024)

Pejabat Pembuat Komitmen [PPK], Rizal Podungge, dihubungi Rabu kemarin mengakui progres pekerjaan tidak sesuai target, karena tiang pancang yang terlambat ada.

“Kami sudah berulangkali memberi peringatan segera kejar keterlambatan dengan menambah jumlah tenaga kerja dan menambah sift malam”, katanya.

Pantauan awak media ini selama dua hari [1 dan 2 Oktober] di lokasi proyek, nampak memang kurang tenaga kerja dan tidak ada sift malam.

Direktur PT Alqybar Yohan Eko Irianto berulangkali dihubungi tidak mengangkat telpon.

Koordinator Gorontalo Corruption Watch, Deswerd Zougira yang dimintai pendapatnya sore tadi mengatakan, dalam banyak kasus keterlambatan penyelesaian proyek lebih disebabkan faktor modal yang seret. Hal tu bisa terlihat ketika sudah berkontrak tapi pekerjaan nanti dimulai setelah pencairan uang muka yang pengurusannya memakan waktu bisa satu bulan bahkan lebih. Akibatnya, kata Deswerd, pekerjaan sudah tidak sesuai schedule hingga terlambat penyelesaiannya.

Soal keterlambatan pekerjaan ruang inap RS Ainun, aktivis antikorupsi itu berharap PPK harus tegas meminta kontraktor untuk mengejar keterlambatan tanpa mengurangi kualitas pekerjaan.

“PPK harus ekstra hati-hati memonitor kualitas pekerjaan, sebab sesuai catatan GCW, pagu anggarannya 30 Miliar rupiah tapi ditawar hingga 26 Miliar rupiah, tawarannya termasuk rendah sekali”, ungkap Deswerd mengingatkan.

( Idrak )

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *