Apa dampak lingkungan dari penambangan secara ilegal?, Regulasi yang kurang dan buruknya pengawasan pertambangan ilegal ini menimbulkan dampak pada lingkungan dan terjadinya bencana seperti pencemaran lingkungan (tanah, udara, dan air), kerusakan hutan dan lahan, terjadi bencana
GLOBAL INVESTIGASI NEWS – Daerah penghasil timah di Indonesia yang paling banyak adalah di pulau Bangka Belitung. Bahkan pulau Bangka Belitung ini sudah diakui dunia sebagai pulau penghasil timah terbanyak setelah Cina.
Berapa tahun penjara kasus tambang ilegal? Para pelaku akan dikenakan juga Pasal 98 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 10 miliar.
Adapun faktor lain yang menyebabkan Bangka Belitung mampu menghasilkan timah yang sangat banyak adalah karena pulau tersebut kaya juga akan bebatuan yang memiliki sifat asam. Bangka Belitung mampu menghasilkan timah mencapai 100.000 ton dan jumlah tersebut akan terus bertambah seiring berjalannya waktu.
Apa saja tindak pidana lingkungan hidup? Secara kategoris tindak pidana lingkungan hidup yang diatur dalam UULH ini terdiri dari perbuatan pencemaran lingkungan hidup; perbuatan perusakan lingkungan hidup; dan perbuatan lain yang melanggar ketentuan perundang- undangan yang berlaku.
Menurut informasi dari berbagai sumber, yang berhasil kami kutip, bahwa dari tujuh kabupaten di Provinsi Bangka Belitung terdapat IUP di darat seluas 349.653,574 hektare. Sementara data luas galian tambang di tujuh kabupaten itu totalnya 170.363,064 hektare. Kabupaten Belitung Timur cukup tinggi luas galian tambangnya mencapai 43.175,372 hektare, sementara IUP-nya hanya 37.535,452 hektare.
Manakah yang termasuk barang tambang golongan A berdasarkan UU tentang pertambangan No 11 Tahun 1967?Barang tambang golongan A merupakan bahan galian yang berperan penting dalam kehidupan suatu negara. Beberapa anggota dari barang tambang jenis A ini antara lain minyak bumi, gas alama atau gas bumi dan batu bara, nikel dan juga timah
Dari total 170.363,064 hektare luas galian tambang di tujuh Kabupaten di Provinsi Bangka Belitung tersebut, sekitar 75.345,751 hektare berada di dalam kawasan hutan dan 95.017,313 hektare berada di luar kawasan hutan.
Dari 75.345,751 hektare luas galian dalam kawasan hutan terdiri atas 13.875,295 hektare berada di hutan lindung, 59.847,252 hektare di hutan produksi tetap, 77,830 hektare di hutan produksi yang dapat dikonversi, dan 1.238,917 hektare di taman hutan raya.
“Bahkan di taman nasional pun ada, yaitu seluas 306,456 hektare,”.
Kemudian dari 170.363,064 hektare luas galian tambang tersebut, ternyata yang memiliki IUP tambang hanya 88.900,462 hektare, sementara 81.462,602 hektare tidak memiliki IUP.
Jadi total luas IUP tambang darat dan laut mencapai 915.854,625 hektare, yang terdiri atas 349.653,574 hektare luas IUP tambang darat dan 566.201,08 hektare luas IUP tambang laut.
“Luas IUP tambang di darat ini dari 349.653,574 hektare, ada yang berada di kawasan hutan, yaitu seluas 123.012,010 hektare.
Selanjutnya dari hasil verifikasi sumber informasi, diterangkan bahwa penghitungan kerugian ekologi yang ditimbulkan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran atau Kerusakan Lingkungan. Dengan membaginya kerugian lingkungan di kawasan hutan dan luar kawasan hutan.
Total kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah dalam kawasan hutan, yakni biaya kerugian lingkungan (ekologi) Rp157,83 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp. 60,27 miliar dan biaya pemulihan lingkungan Rp. 5,26 miliar sehingga totalnya Rp. 223,36 triliun.
Sedangkan kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah di luar kawasan hutan (APL), yakni biaya kerugian lingkungan Rp. 25,87 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp.15,2 triliun, dan biaya pemulihan lingkungan Rp. 6,62 miliar sehingga totalnya Rp. 47,70 triliun.
“Kalau semua digabung kawasan hutan dan luar kawasan hutan, total kerugian akibat kerusakan yang juga harus ditanggung negara adalah sekitar Rp. 271,06 triliun, berdasarkan dari berbagai informasi yang dihimpun dari berbagai sumber”.
Jika seperti itu seharusnya para pelaku tambang ilegal serta para perusak lingkungan harus ditindak tegas secara hukum yang berkeadilan, jangan sampai dibiarkan bebas berkeliaran seperti yang terjadi selama ini di Kabupaten Bangka Barat Propinsi Kep. Bangka Belitung.
Menurut berbagai sumber informasi dan hasil pengamatan serta penelusuran Anggota Wartawan Media Cetak & Online Global Investigasi News dan Ginews TV Investigasi Biro Kab. Bangka Barat dan Perwakilan Propinsi Kep. Bangka Belitung, yang berhasil kami himpun di meja redaksi menerangkan bahwa saat ini ada seorang oknum pemain tambang timah Ilegal berinisial AS sekaligus perusak lingkungan hingga kini bebas berkeliaran tanpa tersentuh hukum walaupun kerusakan yang ditimbulkan oleh AS sudah bukan rahasia umum lagi semua warga masyarakat sudah megetahuinya, namun ini yang terjadi AS itu bagaikan orang hebat yang diduga KEBAL HUKUM ?!.
Jika hal ini dibiarkan akan menjadi preseden buruk bagi penegakkan Supremasi Hukum di Indonesia. Sebagai bahan informasi bahwa kegiatan ilegal AS ini sudah beberapa kali diberitakan oleh berbagai media namun tidak berdampak signifikan bagi dirinya.
Menurut Asep Darsono Pemimpin Redaksi Media Cetak & Online GLOBAL INVESTIGASI NEWS dan GINEWS TV INVESTIGASI “dimana dengan tegaknya suatu keadilan akan membuat setiap orang merasa aman dan nyaman. Keadilan dalam hal ini tersurat dalam landasan hukum. Dalam kehidupan manusia yang sering disebut sebagai feeling society tentunya sangat dibutuhkan suatu keadilan !!”.** Bersambung.
Red : Dari Berbagai Sumber .
Catatan Redaksi :
Tindak pidana Pertambangan apa saja?
Beberapa hal yang tercakup dalam hukum pertambangan adalah sebagai berikut:
- Tindak Pidana Pertambangan Tanpa Izin.
- Memberikan Laporan atau Keterangan Palsu.
- Eksplorasi Tanpa Hak.
- Pemegang IUP Eksplorasi Tidak Melakukan Kegiatan Operasi Produksi.
- Pidana Pencucian Barang Tambang.
“Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”