SEJARAH SINGKAT RUAS JALAN NASIONAL POLEWALI-MAMASA

 483 total views

SULBAR MAMASA MESSAWA- Globalinvestigasinews.com,
Ruas jalan Polewali-Mamasa dibangun pertama kali (dirintis) oleh Pemerintah Belanda pada Tahun 1908 dan selesai dirintis pada Tahun 1918 sepanjang 94 Km’ yg menghubungkan Polewali sbg pusat pemerintahan Belanda di Afdeling Binuang dan Mamasa ssbg Ownder Afdeling Binuang.

Read More

Sejak selesai dibangun, ruas jalan ini dapat dilalui kendaraan roda 4 sedan pada Tahun 1935 yg org Mamasa menyebutnya OTO DAMMIN (mungin krn di sekelilingnya terbuat dari kaca sehingga disebut dammin = cermin) yg oleh krn sempitnya jalanan pd saat itu sehingga ditentukan hari2 kapan mobil melintas satu arah ke Mamasa dan hari lain hanya boleh dari arah Mamasa (Prohesen).

Pada jaman Belanda, jalan ini jg dilalui oleh jaringan telepon yg org Mamasa menyebutnya TALIKAWA’ (besi kawat) dan apabila menelpon disebut “te’tek talikawak”.

Jaringan telpon ini membentang mulai dr Polewali sampai di kantor Vetor Mamasa dan mesin telepon hanya ada 3 unit yaitu di Pasangrahan Tumonga (Kantor Parengnge Kalapadua), di Messawa (Kantor Parengnge Messawa) dan di Kantor Vetor Mamasa.

Jaringan telepon ini hancur dirusak oleh tentara Dai Nippon pd Tahun 1942. Tiang2 jaringan telepon masih ada beberapa yg berdiri kokoh sampai dgn Tahun 1980an.

Sejak pemerintahan Jepang sampai ke awal Pemerintahan RI, ruas jalan ini tidak pernah dibenahi sehingga semakin rusak bahkan hanya dapat dilalui kendaraan Four Wheel Drive (FWD 4×4) seperti Willyz, Land Rover & Jeep Mambo (buatan Amerika) serta Gaz (buatan Rusia) sampai Tahun 1973. Tetapi oleh karena terbatasnya kendaraan angkutan saat itu maka sebagian masyarakat menggunakan kuda sebagai sarana angkutan bahkan masyarakat banyak yg berjalan kaki memikul barang belanjaan dari Polewali. Alasan lain berjalan kaki olh karena berjalan kaki dr Polewali ke Mamasa bisa ditempuh 2 hari sementara kalau naik mobil bisa sampai 3 atau 4 hari.

Apabila dilalui dgn berjalan kaki maka Jalan Polewali-Messawa 34 Km’ ditempuh selama 1 hari. Pagi berangkat dr Polewali dan tiba di Messawa sekitar jam 6 sehingga para pejalan kaki yg biasanya berjalan secara rombongan menginap di Messawa. Tempat penginapan pejalan kaki biasanya di jembatan Kupa (yg baru sj selesai dibangun kembali 2020) dan di Jembatan Katapi (dekat Pasar Messawa).

Pejalan kaki di jaman dulu selalu beristrahat di Jembatan oleh karena hampir semua jembatan saat itu terbuat dari kayu sehingga supaya konstruksi kayu jembatan awet maka jembatan tsb diatapi dengan bentuk rumah tradisional suku Toraja (Banua Longa).

Di jembatan2 tsb juga dibuat semacam tempat2 peristrahatan semacam bale2 bisa untuk tidur di sisi kiri dan kanan dan pada bagian ujung jembatan biasanya dijadikan tempat memasak olh pejalan kaki.

Dari rumah kami bisa melihat langsung ke arah Jembatan Kupa yg jg sering disinggahi org yg membawa anjing sampai puluhan ekor dan menginap di sana sehingga bgtu bising pada malam hari oleh karena suara perkelahian anjing. Yg paling menyeramkan di jembatan ini karena jg dijadikan persinggahan org yg mengusung jenasah apalagi saat itu org masih menggunakan obor sebagai penerangan jadi kami biasanya ditakut2i bhw jgn mendekati jembatan di waktu hari sudah gelap karena banyak hantunya.

Tahun 1975, mobil Toyota Hartop buatan Jepang pertama kali masuk ke Mamasa digunakan oleh Pdt. Van der Klisj dan Pdt. Bransma (maaf kalau salah penulisan nama) dan para pedagang menggunakan mobil Power Dodge buatan Amerika sampai Tahun 1981.

Kunjungan kerja Gubernur Sulawesi Selatan Tahun 1980 ke Messawa membawa perubahan, beliau memerintahkan Bupati Polewali-Mamasa saat itu Bpk Hasyim Manggabarani (maaf kalau lupa) untuk memperbaiki ruas jalan ini sehingga mobil 4×4 yg kecil seperti Willyz dan Gaz bisa beroperasi kembali.

Perubahan yg paling signifikan di ruas jalan ini dimulai sejak pemerintahan Alm. Bapak Said Mengga kalau tdk salah sejak Tahun 1983 s/d 1993 (dua periode) yg mana saat itu beliau sendiri yg memimpin pekerjaan jalan dr Polewali ke Mamasa didampingi oleh Puang Cetak dan Pak Bokkok.

Awalnya mobil sejenis Toyota Kijang hanya sampai di Lekke’, kemudian Tahun berikutnya sampai di Tumonga, Tahun berikutnya lagi sampai di Pasapa, dst., dikerjakan tahap demi tahap sampai ke Mamasa sehingga Tahun 1993 ruas jalan dari Polewali ke Mamasa TUNTAS diaspal dgn Lapisan Penetrasi Macadam atau Lapen yg org Mamasa menyebutnya ASPAL BAJEK CANGGORENG.

Pemerintah Daerah Polewali Mamasa senantiasa memelihara ruas jalan ini sampai dgn Tahun 2002 sehingga mobil bus Fa Litha dan beberapa bus 6 roda bisa beroperasi ke Mamasa.

Sejak berdirinya Kabupaten Mamasa Tahun 2002, prakris ruas jalan ini menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Mamasa yg baru terbentuk sbg DOB. APBD sangat terbatas sehingga tidak sanggup membiayai pemeliharaan ruas jalan ini akibatnya Aspal Lapen hancur dan hampir tdk ada yg tersisa kecuali 29 Km dari Polewali sampai batas wilayah Kabupaten Mamasa.

Pemkab Mamasa hanya mampu membangun Jalan dalam Kota Mamasa dgn Beton pada jaman pemerintahan Said Saggaf, itupun dicicil pembayarannya ke pemborong sampai Tahun 2010.

Masuk ke Pemerintahan Bapak Obednego Depparinding Tahun 2009-2011, segmen Sumarorong-Mamasa dipelihara dgn tambal sulam. Kemudian akhir Tahun 2012 ruas jalan ini meningkat statusnya menjadi Ruas Jalan Provinsi sehingga Pemprov di bawah pemerintahan Bapak Anwar Adnan Saleh mengalokasikan anggaran pemeliharaan yg tidak signifikan merubah kondisi jalan menjadi baik olh karena keterbatasan anggaran.

Namun pada Tahun tsb, Pemerintah Kabupaten Polman mendapatkan alokasi anggarab APBN-P sehingga ruas jalan dlm wilayah Polman dapat dibangun menjadi kosndisi baik dgn konstruksi Hotmix/HRS.

Pada bulan Maret Tahun 2013 saat peresmian Bandara Udara Sasakan, pemuda dan mahasiswa wilayah Tandasau melakukan demonstrasi besar2an menuntut Bapak Gubernur supaya mengalokasikan anggaran APBD Prov untuk pembangunan jalan dari Sumarorong ke Malabo. Digasilitasi oleh Bapak Zainal Tayeb (Bapak Jenol) maka Gubernur membuat pernyataan bhw akan mengalikasikan APBD Prov sebesar Rp. 89 Milyar.

Cerita ttg demonstrasi pada saat itu benar2 suatu sejarah yg ditorehkan oleh para Mahasiswa dan Pemuda wilayah Tandasau. Waktu itu mereka sampai bentrok dgn pihak keamanan TNI dan Polri sehingga ada beberapa pemuda terluka di bagian kepala akibat terkena benturan.

Saya pada acara peresmian Bandara saat itu diundang dalam kapasitas sbg Pemangku Adat sehingga hadir dlm acara menggunakan pakaian adat lengkap duduk di kursi pas di belakang Gubernur, Bupati, Kapolres, Dandim dan pejabat teras lainnya tiba2 Pak Dandim 1402/Polmas berdiri meninggalkan acara. Tidak lama kemudian Pak Kapolres, Bapak Yopy Sepang jg berdiri meninggalkan acara dgn tergesa2 disusul oleh Ajudan Yogie .

Berselang sekitar 15 menit, melalui Ajudan Kapolres dan Sat Intel Kodim 1402 sy disuruh ikut tetapi tdk tahu akan ke mana. Saya diapit olh kedua petugas menuju ke pintu masuk area Bandara ternyata setelah sampai ke sana rupanya ada bentrokan antara petugas dan para pendemo dan berdiri paling depan adalah Bapak Kapolres dan Bapak Dandim sendiri.

Saya melihat sendiri batu melayang entah dari mana olh karena di tempat tsb banyak semak2. Saya melihat petugas menggunakan pakaian anti huru hara di pohon2 pisang dan para pemuda di bagian Utara.

Saya masuk ke tengah2 maka spontan lemparan batu berhenti kemudian mendatangi beberapa mahasiswa/pemuda sambil berkata “sirua mo ya’, na Yogi tu dao na solan Kapolres o”. Mereka menjawab : “Siap Pua”.

Jadi saat itu jg sy jelaskan bhw sudah ada Surat Pernyataan Gubernur untuk mengalokasikan anggaran Rp. 89 M sambil memberikan fotocopi surat tsb ke mereka dan akhirnya demonstrasi bubar dan sy kembali ke tempat acara bersama Pak Kapolres dan Pak Dandim.

Adat budaya kami di Messawa-Sumarorog bhw apabila terjadi pertengkaran, perkelahian atau peperangan sekalipun dan tiba2 seorg pemangku adat datang ke tempat itu maka pertengkaran, perkelahian atau harus berhenti kalau tidak maka oknum2 tsb akan dikenai sanksi adat yg berat.

Tahun 2014 rupanya anggaran Pemprov Rp. 89 M tidak ada yg terkucur ke pembangunan ruas jalan ini sehingga Bapak Zainal Tayeb (Pak Jenol) mengajak kami beberapa orgtua (saya sudah lupa nama2nya) berangkat ke Makasar dan menghadap ke Guburnur Sulsel, Bapak SYL memyampaikan bhw : manakala Gubernur AAS tidak memperhatikan pembangunan jalan Polewali-Mamasa maka kami Kabupaten Mamasa akan masuk ke Sulawesi Selatan.

Kami ada sekitar 7 org yg masuk ke ruang kerja Pak SYL tetapi di lantai 1 ada ratusan mahasiswa mengantar kami ke kantor Gubernur.

Ada 1 org yg saya ingat namanya adlh Bapak Soleman Puanglangi, SH., yg ternyata dlm pertemuan tsb baru kami semua tahu bahwa rupanya Pak Soleman / Papa Yudy satu angkatan dgn Pak SYL di Fakultas Hukum UNHAS dulu sehingga Pak Soleman & Pak SYL banyak bercerita nostalgia.

Pak SYL yg saat itu adalah Ketua Asosiasi Gubernur RI, langsung menelpon Pak AAS Gubernur Sulbar dan menyampaikan bhw keluarga dr Mamasa datang berkunjung ke ruang kerjanya.

Setelah itu, Pak SYL berjanji akan membantu Pak AAS mencari dana di Pusat dlm rangka pembangunan jalan Polewali-Mamasa. Beliau jg menyampaikan bhw Sulbar adalah anak dr Sulsel sehingga menjadi tanggungjawab Sulsel untuk mendukung kemajuan di Sulbar. Beliau sangat santun berbicara dan kami sangat terkesan.

Lanjut ttg sejarah jalan ini, Bahwa Tahun 2015 Pemprov mengalokasikan pembangunan jalan senilai Rp. 30an M dan sisanya di Tahun berikutnya.

Bulan Februari 2015 sy di Dinas PU Bidang Cipta Karya bukan Bina Marga tetapi Bapak Bupati Mamasa Bapak Dr. H. Ramlan Badawi , MH memerintahkan kpd saya untuk membuat proposal lengkap dgn bahan presentasi untuk meningkatkan Ruas Jalan Polewali-Mamasa menjadi Ruas Jalan Nasional.

Sungguh sangat sulit oleh karena Ruas Jalan Polewali-Mamasa tidak masuk ke dalam Rencana Tata Ruang Nasional apalagi ruas jalan ini melewati hutan lindung tetapi perintah Bupati harus dilaksanakan demi kepentingan daerah.

Akhirnya sy menemukan 3 alasan tepat yaitu :

  1. Mamasa berada di ketinggian 1.100 mdpl serta berada di titik sentral Nusantara sehingga Mamasa sangat tepat menjadi kawasan pertahanan udara.
  2. Bandara Udara Sumarorong adalah kewenangan Nasional sehingga Ruas Jalan Polewali Mamasa pantas ditingkatkan statusnya menjadi Ruas Jalan Nasional.
  3. Bandara Sumarorong bisa dikembangkan menjadi Bandara Alusista Pertahanan Udara manakala Ruas Jalan Polewali Mamasa sdh berkondisi baik.

Akhirnya, bulan April 2015, kami melakukan presentasi di Kementrian PU yg dihadiri langsung oleh Dirjen Bina Marga, Ka. Bintek Bina Marga dan Kasubdit Perencanaan Jalan/Jembatan Ditjen Bina Marga yg kebetukan Pak Fajar Kasubdit Perencanaan adalah sahabat saya maka beliau memfasilitasi semua yg kami butuhkan di Kementrian PU.

Dari Pemkab Mamasa antara lain Bapak Bupati (presentasi umum ttg Mamasa), Asisten I Dr. Yacob Solon, Asisten III Bapak Nehru, Kadis PU Mamasa Bapak Pampang Bone, saya (presentator teknik) dan Pak Tonglo, ST. sbg operator komputer/LCD.

Satu hal yg sebenarnya agak rumit kalau dipandang dr sudut mata KEHUTANAN yaitu pertanyaan dari Bintek tentang kawasan hutan lindung yg dilalui oleh ruas jalan ini tetapi dgn lugas saya jelaskan bhw Mamasa berada di tengah2 dikelilingi oleh 7 Kabupaten yaitu Toraja Utara, Tana Toraja, Enrekang dan Pinrang di Sulawesi Selatan serta Polman, Majene dan Mamuju di Sulawesi Barat yg mana ada 3 pintu masuk menuju Mamasa yaitu dari Polewali, Mamuju dan Tana Toraja yg kesemuanya melalui hutan lindung. Manakala rasa kemanusiaan dikalahkan oleh hutan lindung maka mungkin sebaiknya mari kita secara bersama2 menghadap ke Bapal Presiden supaya semua masyarakat Kabupaten Mamasa dicarikan tempat lain yg layak dan setara dgn kampung halaman mereka sebagai tempat tinggal bara. Saya kaget saat itu krn teman2 dr Kementrian PU memberikan aplaus. Hahaha.

Setelah melaksanakan presentasi, Kepala Bintek Bina Marga Kemen PU Bapak Johny Manurung (kebetulan teman saya) menyampaikan bhw hasil presentasi ini akan kami sampaikan bulan Juni.

Kami turun melalui lift lantai 8 ke Loby, bersama rombongan pemda kami keluar dr Loby kemudian Pak Bupati mendekati saya, tangannya memegang pundak saya sambil berkata : “eh, belajar ke mana sehingga kamu bisa mempunyau ide seperti tadi”. Saya jawab : “saya jg tidak tahu Pak Bupati, mengapa tiba2 omong seperti itu”. (Saya yakin, doa2 masyarakat Mamasa yg sdh lama menderita akibat jalanan rusak sehingga Tuhan membimbing lidah ini menyampaikan hal2 saat presentasi).

Bulan Juni 2015 Pak Bupati menyampaikan ke saya bhw hasil presentasi kita SUKSES karena Ruas Jalan Polewali Mamasa sudah meningkat statusnya menjadi Ruas Jalan Nasional Polewali-Malabo, sementara Segmen Jalan Malabo-Mamasa jg sdh lebih dahulu karena masuk ke ruas jalan Lakahang-Mamasa. Pada bulan November 2015 Balai Jalan Nasional sdh melaksanakan pembangunan jalan di Messawa dan Tok Pinus dan sejak Tahun 2016 sampai skrg senantiasa dibangun dan dipelihara oleh Balai Jalan dan Jembatan Nasional.

Ruas jalan Polewali-Mamasa dlm kondisi BAIK adalah cita2 kita mulai dr jaman dulu karena semakin BAIK jalanan ini maka wibawa kita jg semakin baik. Ingat saat jalanan ini masih rusak maka kita selalu diolok2 olh masyarakat lain bahkan kita2 sendiri seakan2 melecehkan org Mamasa dan Pemerintah Mamasa olh karena jalanannya yg amburadul.

Jalanan apapun yg kita bangun kalau pola fikir masyarakat di sekitar kawasan yg dilaluinya masih terkebelakang maka pasti jalanan yg telah dibangun oleh pemerintah dgn susah payah akan kotor, dirusak bahkan hancur akibat ulah mereka2 yg tdk tahu bagaimana menjaga fasilitas umum.

Coba bayangkan. Ruas jalan ini sudah dibeton dan telah dibuatkan drainase jalan yg layak tetapi masih ada genangan air di jalanan akibat masyarakat sekitar tidak mau kalau air de jalanan melalui lahannya sebagai pembuangan air ke sungai, bahkan gorong2 sengaja ditutup supaya lahan tempat aliran air dari gorong2 ke sungai menjadi lahan pribadi. Air comberan dari rumah sengaja dialirkan ke badan jalan padahal di sisi lain ada sungai yg dapat dijadikan tempat buangan. Saluran drainase ditutup untuk memudahkan dilalui truck mengambil material bangunan sehingga air meluap ke badan jalan. Membangun rumah terlalu rapat ke badan jalan membuat arus lalulintas menyempit. Menjadikan badan jalan sebagai garasi mobil… dll. Tetapi pada tempat2 lain yg dilalui jalan nasional ini tidak seperti yg saya sebutkan di atas. Mereka justru merasa MALU manakala jalanan di depan rumahnya kotor, apalagi kalau dirusak maka itu sama halnya ingin dimusuhi org satu kampung. Mereka merasa takut ditabrak pengendara mabok dan merasa risih krn menghalangi pengguna jalan, dll.

Semoga ruas jalan nasional Polewali-Mamasa semakin berkondisi BAIK demi kepentingan dan WIBAWA kita sebagai Warga Kabupaten Mamasa yg MAMASE.
Semoga tulisan ini bermanfaat……..

SYALOOM..
Wabillahid taufik walhidayah.
Assalamualaikum warahmatullahi ta’ala wabarakatu.
Salam kebajikan.
Namo budaya.
Om swasti astu.
Salam rahayu🙏🙏

TO MAKAKA MESSAWA
PENULIS
BAPAK PASAMBOAN PANGLOLI

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *