PENGERTIAN HIBAH MENURUT HUKUM “KUHPerdata”

 391 total views

Oleh : Ghina Aqlia Marenza .SH

Hibah merupakan pemberian seseorang kepada orang lain semasa hidupnya. Hibah sah mengikat penghibah dan memberikan akibat sejak penghibahan tersebut diterima oleh penerima hibah. Berarti hibah harus dilakukan ketika pemberi hibah dan penerima hibah masih hidup. Sepanjang hibah sudah dilakukan, lalu penerima hibah meninggal dunia, hibah itu tetap sah.

Hibah diatur dalam Pasal 1666 – Pasal 1693 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”). Mengenai apa yang dimaksud dengan hibah dapat dilihat dalam Pasal 1666 KUHPerdata: “Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu”.

Undang-undang tidak mengakui lain-lain hibah selain hibah-hibah di antara orang-orang yang masih hidup.”(KUHPerdata R. Subekti) .

Jika pemberian diberikan oleh seseorang setelah ia meninggal dunia, maka ini dinamakan hibah wasiat, yang diatur dalam Pasal 957- Pasal 972 KUHPerdata.

Pasal 957 KUHPerdata: “Hibah wasiat ialah suatu penetapan khusus, di mana pewaris memberikan kepada satu atau beberapa orang barang-barang tertentu, atau semua barang-barang dan macam tertentu; misalnya, semua barang-barang bergerak atau barang-barang tetap, atau hak pakai hasil atas sebagian atau semua barangnya.”

Pada dasarnya hibah sah dan akibatnya berlaku bagi para pihak jika penerima hibah telah menerima dengan tegas pemberian tersebut (dengan akta notaris). Hal ini diatur dalam Pasal 1683 jo. Pasal 1682 KUHPerdata:
Pasal 1682 KUHPerdata: “Tiada suatu penghibahan pun kecuali termaksud dalam Pasal 1687 dapat dilakukan tanpa akta notaris, yang minut (naskah aslinya) harus disimpan pada notaris dan bila tidak dilakukan demikian maka penghibahan itu tidak sah.”
Pasal 1683 KUHPerdata: “Tiada suatu penghibahan pun mengikat penghibah atau mengakibatkan sesuatu sebelum penghibahan diterima dengan kata-kata tegas oleh orang yang diberi hibah atau oleh wakilnya yang telah diberi kuasa olehnya untuk menerima hibah yang telah atau akan dihibahkannya itu.

Jika penerimaan itu tidak dilakukan dengan akta hibah itu maka penerimaan itu dapat dilakukan dengan suatu akta otentik kemudian, yang naskah aslinya harus disimpan oleh Notaris asal saja hal itu terjadi waktu penghibah masih hidup , dalam hal demikian maka bagi penghibah , hibah tersebut hanya sah sejak penerimaan hibah itu diberitahukan dengan resmi kepadanya.”

Akan tetapi hibah atas benda-benda bergerak yang berwujud atau surat piutang yang akan dibayar atas tunduk , tidak memerlukan akta notaris dan adalah sah bila pemberian tersebut diserahkan begitu saja kepada penerima hibah atau kepada orang lain yang menerima hibah itu untuk diteruskan kepada penerima hibah (Pasal 1687 KUHPerdata). Ini berarti hibah adalah sah jika penerima hibah telah menerima hibah tersebut. 

Perlu diketahui bahwa ada beberapa hal yang dapat menyebabkan hibah menjadi batal, yaitu antara lain: 1.Hibah yang mengenai benda-benda yang baru akan ada di kemudian hari (Pasal 1667 ayat (2) KUHPerdata). 2.Hibah dengan mana si penghibah memperjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada orang lain suatu benda yang termasuk dalam hibah, dianggap batal. Yang batal hanya terkait dengan benda tersebut (Pasal 1668 KUHPerdata) . 3.Hibah yang membuat syarat bahwa penerima hibah akan melunasi utang atau beban-beban lain di samping apa yang dinyatakan dalam akta hibah itu sendiri atau dalam daftar dilampirkan (Pasal 1670 KUHPerdata). 4.Hibah atas benda tidak bergerak menjadi batal jika tidak dilakukan dengan akta notaris (Pasal 1682 KUHPerdata).
Dengan demikian selama hibah tersebut telah diterima si penerima hibah sebelum ia meninggal dunia (walaupun penerima hibah meninggal terlebih dahulu dari pemberi hibah) , maka hibah tersebut adalah sah. ( Red/Ts )

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *