Mahfud, MD dan Erick Thohir “Bersaing Kuat” Dampingi Ganjar Pranowo !!

 104 total views

Dalam penentuan nama bakal cawapres untuk masing-masing kandidat capres yang akan bertarung, ada beberapa nama yang tenar di kalangan publik bahkan sangat potensi menjadi bakal cawapres. Tidak hanya di kalangan publik, para kandidat capres beserta koalisi partainya pun sudah mulai “mengendus” nama-nama tersebut. Tiga nama teratas tersebut adalah: Mahfud MD, Erick Thohir dan Sandiaga Uno.

Read More

Ada pula nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), namun sepertinya sudah menjadi hak paten dari koalisi Pembaruan. Peluang AHY sudah sekitar 80% menjadi pasangan Anies Baswedan. Sementara itu, masih ada koalisi lain dengan kandidat capresnya masing-masing yang belum menghasilkan pasangan. Yang sudah terlihat jelas, Prabowo yang diusung Gerindra dan PKB. Kedua partai ini pun sepertinya akan sepakat menjodohkan Prabowo dengan Cak Imin (PKB).

Sementara koalisi PDIP dengan PPP (kemungkinan juga disusul Hanura dan PSI), diberitakan masih menunggu hasil kontemplasi Megawati. Sedangkan Airlangga Hartarto (Golkar) pun sepertinya tertarik turut berlaga dalam kontestasi 2024. Sebagai pemenang kedua pemilu 2019, tentu Golkar tidak mau kalah dengan Gerindra yang hanya berada di posisi ketiga. Setidaknya bisa dicoba dulu, perkara tidak lolos putaran kedua, itu perkara nanti.

Persoalannya, Golkar harus mencari mitra koalisi. Meski sudah ada Koalisi Indonesia Bersatu, namun bukan harga mati, faktanya PPP beralih kepada PDIP mendukung Ganjar. PAN bersikap masih menunggu arahan Jokowi akan berlabuh ke PDIP atau ke KKIR (koalisi kebangkitan Indonesia raya). Airlangga sempat mendatangi kubu Demokrat yang diisukan menawarkan kursi cawapres kepada AHY. Tentu akan sulit karena Demokrat sudah terikat kontrak dengan koalisi Perubahan.

Apabila Demokrat menerima pinangan Golkar, maka Airlangga-AHY memiliki tiket turut kompetisi, sementara Anies Baswedan yang diusung Nasdem dan PKS terancam gagal manggung (kurang memenuhi syarat PT). Golkar kini seperti partai bingung ingin kemana? Partai sebesar itu tapi tidak punya daya tawar yang kuat. Namanya juga Golkar, partai yang sangat ulet untuk menempel kepada pihak yang menang. Kemungkinan Golkar akan mencoba posisi cawapres Ganjar.

Tidak mudah menjadi bakal cawapres Ganjar, karena harus bersaing ketat dengan kandidat yang terlebih dahulu populer ketimbang Airlangga. Kandidat yang dimaksud adalah ketiga nama di atas. Bedanya, Airlangga didukung oleh pendukung partai yang lebih solid, ketimbang ketiga kandidat yang mendapat dukungan publik namun cair. Tentu ini akan menjadi pertimbangan PDIP dalam memutuskan pasangan Ganjar. Atau, sangat bergantung dengan lobi-lobi yang dilakukan Golkar.

Ketiga kandidat memiliki keunggulan masing-masing. Diawali dengan Sandiaga Uno yang sekarang-sekarang ini sedang “dimusuhi” Gerindra karena dianggap kutu loncat demi ambisi pribadi. Sandi memilih pindah ke PPP karena tertarik dengan proposal yang diajukan PPP yakni menjadikannya sebagai cawapres. Hal ini yang tengah dilakukan oleh Mardiono dkk (PPP) mendorong nama Sandi sebagai pasangan Ganjar. Sandi sendiri mengatakan siap menjadi “gelandangan” politik jika gagal berkompetisi.

Hal ini disampaikan Sandi saat diwawancarai Rossy Silalahi. Mungkin benar yang dikatakan Rocky Gerung, bahwa Sandi tidak peduli menang kalah. Baginya yang utama bisa ikut dalam kompetisi pilpres. Modal utamanya adalah finansial tanpa pemikiran, ide gagasan terlebih visi akan bangunan sebuah bangsa. Lihat saja pada pilkada DKI 2017 sebagai wagub, juga pilpres 2019 sebagai cawapres. Sandi sama sekali tidak menunjukkan dan menawaran pemikiran cemerlang. Ada program ok oc pun mandeg.

Terkait kinerja dan ide gagasan, Sandi masih kalah jauh dibanding Erick Thohir. Jika Sandi masuk ke politik melalui pintu PPP, maka Erick Thohir terlihat intens menyambangi komunitas NU. Beberapa Ulama NU pun mendukung dan merekomendasi Erick sebagai kandidat cawapres dari kalangan NU. Dari sisi finansial, ET tidak kalah dengan Sandi, namun ET menang dukungan suara dari NU, komunitas muda, juga civil society yang dianggap kritis. ET juga dianggap paham akan persoalan ekonomi baik nasional maupun global.

Terakhir ada nama Mahfud MD yang sebenarnya muncul atau populer belakangan, terutama karena viralnya kasus Pencucian Uang 300 T. MMD dianggap mewakili rakyat atau publik ketika berhadapan dengan DPR RI, terutama soal RUU Perampasan Aset Negara. MMD selain dikenal sebagai pakar dan pendekar hukum, juga memiliki kredit yang tidak dimiliki dua kandidat sebelumnya yakni pengalaman. Selain dari unsur usia, MMD juga matang dengan pengalaman birokrasi yang pernah ditempuhnya.

MMD termasuk warga Indonesia yang langka karena pernah menjabat di tiga wilayah pembagian kekuasaan, legislatif, yudikatif dan eksekutif. Pengalamannya dalam menghadapi masalah bangsa dan negara sangat dibutuhkan terutama dari aspek hukum tata negara. Selain itu, MMD yang terlahir dari kalangan NU juga dikenal sangat tegas tanpa basa basi dan tedeng aling-aling. Jika Jokowi miliki Projo, maka MMD dapat menarik simpatisan Gusdurian yang jumlahnya juga tidak sedikit.

Jadi, dua kandidat terakhir inilah yang sangat kuat ikatannya, terlebih mereka berdua sama-sama orang kepercayaan Jokowi. ET dan MMD merupakan profesional alias tidak terikat kepada partai tertentu. Pada hemat saya, siapapun yang terpilih menjadi bakal cawapres Ganjar, maka akan lebih baik untuk tetap memberi porsi kepada yang tidak terpilih. Keduanya adalah aset bangsa yang masih dibutuhkan dedikasinya untuk kejayaan bangsa ke depan. Mungkin bisa masuk kembali dalam kabinet Ganjar, jika terpilih RI1.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *