“Catatan Keberhasilan Sang Pemimpin Daerah”

 123 total views

GIN JATIM JEMBER
Saat ini kita sedang berada pada era disrupsi, era dimana sedang terjadi perubahan masif, drastis dan revolusioner sehingga mengubah sistem dan tatanan yang sama sekali berbeda dengan sebelumnya.
Era yang mengharuskan kepemimpinan menjadi tuntunan yang wajib berdiri kokoh memimpin perubahan tersebut sehingga semua kebingungan, ketidapercayaan diri, frustrasi dan arah yang dituju menjadi suatu harapan bagi mayoritas masyarakat yang sedang dilanda disrupsi.

Read More

Tidak banyak pihak yang kompeten menghadapi era disrupsi ini, bahkan mayoritas tergagap-gagap memetakan posisi dan perannya sendiri.

Situasi ini menimbulkan ketidapastian yang berimplikasi pada ketidakpercayaan diri pada mayoritas komponen masyarakat.

Maka kepemimpinan yang kompeten memahami situasi karena kemauan mendengar aspirasi, menginspirasi pemikiran dan gagasan-gagasan kreatif, solutif dan inovatif serta dirasakan kehadirannya secara fisik dan kebijakan dalam proses perubahan adalah kepemimpinan yang senantiasa dibutuhkan dan diharapkan keberadaannya pada era tersebut.

Pada posisi inilah maka etika dan moral kepemimpinan dalam menjalankan sebuah roda pemerintahan merupakan instrument penting yang mesti diperhatikan. Terutama tentunya untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan apalagi saat sedang menghadapi disrupsi yang sarat dengan ketidakpastian. Oleh karenanya, seorang pemimpin pemerintahan di era disrupsi ini penting untuk memahami tujuan dibentuknya pemerintahan. Wujud utama kepahaman tersebut adalah kompetensi kepemimpinan pemerintahan untuk mewujudkan ketertiban umum berlandaskan pada keteraturan sebagaimana telah diatur dalam ketentuan peraturan perundangan sebagai rujukan utama dalam mengelola sumber daya kekuasaan, menciptakan iklim kehidupan yang sehat dan bergairah serta melindungi hak-hak hidup masyarakat secara berkeadilan dan menjamin keamanan masyarakat secara umum sehingga masyarakat bisa merasakan kehidupan yang tentram.

Lalu bagaimanakah manifestasi kepahaman kepemimpinan pemerintahan terhadap tujuan pembentukan pemerintahan tersebut ? Dalam praktek pemerintahan hari ini terutama pada pemerintahan daerah maka tugas pokok pemerintahan termanifestasi dalam bentuk-bentuk pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan. Dimana implikasi etis atas kepemimpinan pemerintahan yang mengemban tugas dan fungsi-fungsi tersebut bisa diamati konteks pengelolaan kekuasaan yang dilakukan pemimpinnya.
Setidaknya ada empat komponen yang dapat dijelaskan dari pengelolaan kekuasaan pemerintahan daerah yang dapat diamati dengan studi kasus Kabupaten Jember sebagai obyek pengamatan terdekat saat ini, yaitu :

  1. Kepemimpinan pemerintahan
  2. Manajemen pemerintahan
  3. Kebijakan implementasi
  4. Pertanggungjawaban politik.

Penjelasan

1. Kepemimpinan, dalam konteks kehidupan bernegara dan berpemerintahan.

Kepemimpinan merupakan inti dari seluruh proses kekuasaan. Syarat dari kepemimpinan itu sendiri ada tiga, yaitu
•> memiliki integritas (yang teruji)
•> kompetensi (yang diakui)
•> komitmen (yang bisa dipercaya).

Dalam konteks ini

•> Integritas adalah suatu bentuk kepribadian yang kuat, tidak mudah berubah atau terombang-ambing dalam situasi krisis, taat pada aturan, tidak melakukan perbuatan tercela, tidak menyalahgunakan kekuasaan, dan tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya walau ada kesempatan melakukan hal itu.
Secara sederhana, integritas itu teruji saat seorang pemimpin punya kesempatan untuk menyeleweng, tapi dia tidak menggunakan kesempatan itu. Katakanlah dalam konteks Jember, maka kasus dugaan ketidakabsahan pejabat struktural pada semua lini dan level akibat ketidaktaatan terhadap regulasi, kasus dugaan ketidakabsahan APBD akibat diundangkan oleh pejabat yang juga diduga tidak sah, kasus pelaksanaan Proyek Multiyears yang diduga tidak memiliki landasan hukum akibat inkonsistensi penerapan regulasi, serta munculnya berbagai rumors yang menunjukkan ketidakpercayaan publik terhadap proses perumusan kebijakan yang diduga melanggar aturan seperti rencana hibah lapangan Talangsari ke BPN, Pecah proyek Pendopo dan lain-lain kasus yang menghiasi jagad pemberitaan di Kabupaten Jember merupakan catatan-catatan penting mengukur integritas kepemimpinan daerah di Kabupaten Jember.

•> Kompetensi, merujuk pada keahlian dalam mengelola sumberdaya kekuasaan pemerintahan yang terdiri dari Sumberdaya Manusia birokrasi, Aset Barang Milik Daerah, APBD, Pengelolaan kewenangan dan Pengembangan system tata kelola pemerintahan dalam konteks pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan.

Hasil akhir suatu keahlian tentunya adalah peningkatan kualitas dan kuantitas capaian kinerja melalui pengelolan sumberdaya yang tersedia.

Munculnya kasus perusakan tanaman buah naga sementara tanaman pengganti yaitu pohon kelengkeng “jemsu” yang belum jelas hasilnya, pengelolaan asset Gunung Sadeng yang sampai hari ini belum memperlihatkan roadmap arah kemana dan bagaimana rancang bangun pemanfaatannya, konflik berkepanjangan dalam tubuh PDP dan berlarut-larutnya reorganisasi PERUMDAM Pandhalungan merupakan catatan bagaimana aspek kompetensi kepemimpinan berproses selama ini.

•> Komitmen, merujuk pada dedikasi, kewajiban dan tindakan yang mengikat pihak tertentu karena telah menjadi tekad, janji atau sumpahnya.

Dalam konteks kepemimpinan pemerintahan daerah yang dihasilkan dari proses politik pemilihan Kepala daerah maka komitmen bisa merupakan janji Kepala Daerah kepada para pemilihnya, atau sumpah jabatan yang mewajibkan melakukan sesuatu dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya atau tekadnya untuk melakukan tindakan tertentu yang mendorongnya mengambil peran untuk menjadi Kepala daerah.

Para pihak yang menjadi partner akibat munculnya komitmen tersebut akan senantiasa menunggu wujudnya.
Kasus polemik minim peran Wakil Bupati Jember dalam praktetk Tata kelola Pemerintahan, Program pemberdayaan Guru ngaji yang belum sesuai harapan, Program beasiswa yang masih didominasi masalah daripada solusi, dan banyak polemik yang mempertanyakan realisasi komitmen Kepala Daerah oleh para pendukung dan pemilihnya merupakan catatan-catatan penting pada aspek komitmen.

2. Ukuran keberhasilan manajemen pemerintahan adalah terwujudnya penyelenggaraan kekuasaan yang semakin tertib, semakin bersih, semakin maju dari waktu ke waktu.

Ukuran ini bisa dikuantifikasi dalam bentuk

•> berkurangnya pelanggaran aturan dalam praktek kekuasaan
•> semakin tertib dan majunya layanan publik di semua sektor
•> semakin berkurangnya korupsi, kebocoran dan pemborosan keuangan negara
•> semakin menurunnya kriminalitas dalam masyarakat
•> semakin meningkatnya kesejahteraan rakyat dari waktu ke waktu.

Suatu realitas yang tidak menggambarkan terwujudnya indikasi atau ukuran keberhasilan itu bisa dianggap sebagai kegagalan manajemen pemerintahan. Maka ketika kita tengok LHP BPK yang merekomendasikan pengembalian kelebihan bayar honor akibat tidak sesuai Pepres nomor 33 Tahun 2020, kasus pelanggaran larangan pecah proyek pada Bagian Umum, kelebihan bayar pada Dinas PUBMSDA, dan kasus ketidakseriusan inventarisasi asset merupakan catatan-catatan penting atas manajemen pemerintahan daerah di Kabupaten Jember.

3. Terkait kebijakan implementasi, hal tersebut merujuk pada kualitas kepemimpinan pemerintahan daerah yang tercermin dari produk-produk kebijakan yang dilahirkannya.

Konsekuensinya, Kepala Daerah yang tidak mampu bersikap adil dalam mengelola issue-issue kontroversial, apalagi potensi konflik dalam masyarakat, maka akan berakibat pada penajaman sikap kebencian multi-dimensi yang serius.

Alhasil, pihak yang dirugikan oleh sikap tidak adilnya Kepala Daerah akan secara otomatis menempatkan pemerintah sebagai objek kebencian yang posisinya sejajar dengan lawan mereka.
Oleh Karena itu maka Pemimpin daerah wajib secara terus menerus menjadi promotor kerukunan dan persatuan, merangkul semua segmen masyarakat ke dalam naungan kepemimpinannya dan menjembatani perbedaan yang yang hidup dalam masyarakat.

Sederhananya, Pemimpin pemerintahan tidak sewajarnya melibatkan diri dalam konflik sosial, apalagi menunjukkan keberpihakan kepada pihak tertentu, terutama berpihak kepada kepentingan egonya sendiri. Maka kasus penurunan baliho jelang Idul Fitri, Polemik hubungan Bupati-Wakil Bupati yang beberapa kali diwakili dalam wujud baliho Bupati tampil sorangan, Demo pendukung kepada Bupati, dan lain-lain peristiwa friksi yang melibatkan peran Bupati merupakan catatan-catatan penting terkait aspek Kebijakan implementasi ini.

4. Mengenai pertanggungjawaban Politik adalah tahapan akhir dari sirkulasi kekuasaan pemerintahan.

Dalam konteks etika pemerintahan tidak selalu menempatkan kegagalan sebagai kesalahan tak termaafkan, jika kesalahan tersebut bisa dijelaskan sebab-sebabnya secara objektif dan jujur. Persoalannya adalah senantiasa muncul framing demi menunjukkan citra diri yang dipoles oleh banyak kebohongan. Hal tersebut memantik balas dendam dari para korban framing alias rekayasa citra diri. Pengalaman menunjukkan bahwa dalam demokrasi terbuka ruang untuk recovery kepemimpinan seseorang yang pernah dianggap gagal namun secara jujur dapat menjelaskan situasinya dan memberikan gambaran situasi yang seharusnya dilakukan untuk menghindari kegagalan tersebut.

Pertanggung jawaban politik juga bisa dimaknai sebagai rujukan inspiratif bagi calon-calon pemimpin generasi berikutnya. Mereka bisa belajar tentang sukses dan gagal secara objektif. Sedangkan pemimpin pemerintahan yang sukses seringkali dijadikan role model oleh generasi muda. Pemimpin pemerintahan yang gagal dijadikan acuan pembelajaran, juga baik untuk dipelajari demi menghindari terulangnya kegagalan yang sama.

Prestasi atau kegagalan disebut warisan atau legacy dari seorang pemimpin, jika apa yang diwariskannya itu membekas dan berpengaruh positif atau negatif pada kondisi negara dan rakyat secara signifikan.

Nah, dalam konteks Jember bagaimana ?

Sayangnya penulis lebih banyak menemukan legacy yang negative seperti manajemen kepegawaian yang memunculkan ketidapstian hukum ketika statemen Bupati malah dibantah sendiri oleh bawahanya sehingga memunculkan polemik siapa berbohong atas status Sekretaris Daerah pada kisaran waktu Maret 2021, Hubungan politik Bupati-Wakil Bupati yang pasang surut, Disharmoni hubungan politik Bupati dan pendukungnya, dan catatan lain yang sudah jamak diketahui masyarakat Jember.

Dari gambaran catatan dan acuan penilaian tersebut di atas, silakan para pembaca menilai keberhasilan kepemimpinan pemerintahan di Kabupaten Jember.
Andai rentang nilai 0 sampai 100 dimanakah posisinya hari ini di hadapan anda semua ?
Pungkas Gus jaddin

Pewarta mastuki

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *