Kasus Bintaro Xchange, Sofyan Djalil Abaikan Perintah Jokowi

 321 total views

Jurnalis : Tenor Amin Sutanto

Read More

Kasus Bintaro Xchange, Sofyan Djalil Abaikan Perintah Jokowi

JAKARTA, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil dianggap tidak mematuhi perintah Presiden Joko Widodo untuk segera memberikan keadilan kepada ahli waris tanah seluas 11.320 meter persegi yang diduga dirampas oleh PT Jaya Real Property, Tbk, pengelola mal Xchange Bintaro.

Kuasa ahli waris penuh Poly Betaubun mengatakan pihaknya sudah mengadukan dan meminta keadilan secara langsung kepada Presiden Jokowi.

“Kami (ahli waris) bertemu langsung dengan Presiden Jokowi pada 22 Februari 2019. Saat itu beliau usai sholat Jumat di Masjid Raya Bani Umar, Bintaro,” kata Poly Betaubun kepada wartawan di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (22/7/2020).

Setelah bertemu dengan Presiden Jokowi, lanjut Poly, ahli waris mengirimkan surat kepada Kepala Staf Presiden (KSP) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko. Dan, KSP menindaklanjuti dengan mengirimkan surat kepada Kementerian ATR/BPN bernomor B-03/KSP/D.5/02/2020.

Jelas Poly, maksud surat KSP itu yakni memerintahkan atau meminta kepada Kementerian ATR/BPN menindaklanjuti pengaduan ahli waris yang tanahnya dicaplok PT JRP.

“Surat KSP dikeluarkan Deputi V yang meminta kepada Menteri ATR/Kepala BPN dan Dirjen Penanganan Masalah Agraria Pemanfaatan Tata Ruang segera menindaklanjuti dan menyelesaikan pengaduan ahli waris sesuai tugas dan fungsinya. Tapi sudah berjalan hampir lima bulan ini tidak ada progresnya sama sekali,” ujar Poly.

Melihat kerja Kementerian ATR/BPN yang lamban, ahli waris mendatangi kantornya pada 4 Juni 2020, dan diterima oleh salah seorang staf dari Kasubdit Sengketa.

Ungkap Poly, ahli waris sangat kaget mendengar langsung respon dari staf Kasubdit Sengketa tersebut yang terkesan menyepelekan pengaduan masyarakat.

“Dengan enaknya staf itu bilang ada ratusan surat dari KSP yang diterima Dirjen VII sehingga permasalahan kami belum dapat ditangani. Ini bukti mereka tidak bagus kerjanya. Staf itu malah menyarankan kami untuk menggugat secara perdata. Kalau begitu, apa fungsinya Kementerian ATR/BPN kalau lepas tangan seperti itu,” tukasnya.

Tak hanya sekali, ahli waris kembali menyatroni kantor Kementerian ATR/BPN pada 15 Juni 2020. Kali ini bertemu dengan Kasubdit Sengketa, Heru. Hasil pertemuan yaitu menyepakati benar ada UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 9/1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

Dan, Heru menyatakan, apabila terbukti telah terjadi pencaplokan tanah yang dilakukan PT JRP, maka merupakan perbuataan pidana dan dapat dilaporkan ke Kepolisian.

“Lalu kami bertanya, apakah beliau akan berkoordinasi dengan pihak Kepolisian? Jawaban dari Pak Heru sangat mengecewakan kami. Beliau mengatakan dirinya memiliki keterbatasan,” ungkap Poly.

Poly menegaskan, sikap dari Heru tersebut bertentangan dengan janji Kementerian ATR/BPN bersama Polri, yakni akan memberantas mafia tanah yang diteken tahun 2017 oleh Menteri ATR/BPN dan Kapolri.

Di tempat yang sama, Yatmi, ahli waris tanah mengatakan, dirinya mengirimkan surat pengaduan kembali kepada KSP Moeldoko. Kali ini mengadukan kinerja dari Kementerian ATR/BPN yang dipimpin Sofyan Djalil. Ia berharap Moeldoko menegur sang menteri dan memerintahkan agar melakukan tindakan tegas kepada PT JRP yang telah merampas tanah milik keluarganya.

“Keinginan kami, sertifikat HGB No. 2168/Pondok Jaya yang diterbitkan BPN Tangsel dicabut, dibatalkan, dengan alasan cacat administrasi,” tuturnya.

Yatmi juga meminta seluruh kegiatan di lokasi tanah miliknya dihentikan secara total yang sekarang dalam penguasaan PT JRP. (*)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *