Air Mata Jokowi Sia-sia, Sofyan Djalil ½ Hati Berantas Mafia Tanah

 1,534 total views

Jurnalis : Tenor Amin Sutanto

Read More

Air Mata Jokowi Sia-sia, Sofyan Djalil ½ Hati Berantas Mafia Tanah

JAKARTA, Air mata Presiden Joko Widodo yang jatuh di hadapan rakyat soal pemberantasan mafia tanah sepertinya sia-sia. Anak buahnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil tidak menjalankan perintah atau merealisasikan janji Jokowi kepada rakyat.

Kuasa ahli waris penuh, Poly Betaubun mengatakan pihaknya sudah mengadukan dan meminta keadilan secara langsung kepada Presiden Jokowi.

“Kami (ahli waris) bertemu langsung dengan Presiden Jokowi pada 22 Februari 2019. Saat itu beliau usai menunaikan sholat Jumat di Masjid Raya Bani Umar, Bintaro,” kata Poly Betaubun kepada wartawan di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (22/7/2020).

Tak hanya curhat kepada Presiden Jokowi saja, ahli waris juga mengirimkan surat kepada Kepala Staf Presiden (KSP) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko. Dan, KSP menindaklanjuti dengan mengirimkan surat kepada Kementerian ATR/BPN bernomor B-03/KSP/D.5/02/2020.

Jelas Poly, maksud dari surat KSP itu yakni memerintahkan atau meminta kepada Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil menindaklanjuti pengaduan ahli waris yang tanahnya dicaplok PT JRP.

“KSP melalui Deputi V mengirimkan surat yang isinya meminta kepada Menteri ATR/Kepala BPN dan Dirjen Penanganan Masalah Agraria Pemanfaatan Tata Ruang segera menindaklanjuti dan menyelesaikan pengaduan ahli waris sesuai tugas dan fungsinya. Tapi sudah berjalan hampir lima bulan tidak ada progresnya sama sekali,” ujar Poly.

Karena tidak kunjung mendapatkan informasi, pada 4 Juni 2020 mendatangi kantor Kementerian ATR/BPN. Dan saat itu dilayani oleh salah seorang staf dari Kasubdit Sengketa.

Ungkap Poly, ahli waris sangat kaget mendengar langsung respon dari staf Kasubdit Sengketa tersebut yang terkesan menyepelekan pengaduan masyarakat.

“Dengan enaknya staf itu bilang ada ratusan surat dari KSP yang diterima Dirjen VII sehingga permasalahan kami belum dapat ditangani. Ini artinya Kementerian ATR/BPN kerjanya tidak bagus. Staf itu malah menyarankan kami untuk menggugat secara perdata saja. Kalau begitu, apa fungsinya Kementerian ATR/BPN itu kalau lepas tangan seperti itu,” tukasnya.

Tak cukup sekali, ahli waris kembali menyatroni kantor Kementerian ATR/BPN pada 15 Juni 2020. Kali ini bertemu dengan Kasubdit Sengketa, Heru. Hasil pertemuan yaitu menyepakati benar ada UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 9/1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

Di pertemuan itu Heru menyatakan apabila terbukti telah terjadi pencaplokan tanah yang dilakukan PT JRP, maka merupakan perbuataan pidana dan dapat dilaporkan ke Kepolisian.

“Lalu kami bertanya, apakah beliau akan berkoordinasi dengan pihak Kepolisian? Jawaban dari Pak Heru sangat mengecewakan. Beliau mengatakan dirinya memiliki keterbatasan,” ungkap Poly.

Poly menegaskan, sikap dari Heru tersebut bertentangan dengan janji Kementerian ATR/BPN bersama Polri, yakni akan memberantas mafia tanah yang diteken tahun 2017 oleh Menteri ATR/BPN dan Kapolri.

Di tempat yang sama, Yatmi, ahli waris tanah mengatakan, dirinya mengirimkan surat pengaduan kembali kepada KSP Moeldoko. Kali ini mengadukan kinerja dari Kementerian ATR/BPN yang dipimpin Sofyan Djalil. Ia berharap Moeldoko menegur sang menteri dan memerintahkan agar melakukan tindakan tegas kepada PT JRP yang telah merampas tanah milik keluarganya.

“Keinginan kami, sertifikat HGB No. 2168/Pondok Jaya yang diterbitkan BPN Tangsel dicabut, dibatalkan, dengan alasan cacat administrasi,” tuturnya.

Yatmi juga meminta seluruh kegiatan di lokasi tanah miliknya dihentikan secara total yang sekarang dalam penguasaan PT JRP. (*)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *