Ramai-ramai Tolak Rekomendasi Bupati OKI Terkait Pemilihan Suara Ulang Pilkades 2021

 359 total views

GIN, OKI, — Dalam menanggapi perkembangan kasus keberatan terhadap hasil Pilkades Serentak pasca rapat mediasi oleh Pemkab OKI, Bupati Ogan Komering Ilir H Iskandar SE telah melakukan upaya penyelesaian dengan mengeluarkan surat kepada camat pada Senin (22/11/2021) lalu, namun keputusan Bupati tersebut justru mendapat penolakan dari sejumlah desa.

Rekomendasi Bupati OKI terkait PSU yang diklaim bisa menyelesaikan masalah hasil Pilkades tersebut justru dituding cacat hukum.

Rekomendasi yang secara tidak langsung menganulir calon kepala desa terpilih yang meraih hasil suara terbanyak justru menunjukkan inkonsistensi Bupati atas produk hukum yang dikeluarkan oleh Bupati Iskandar sendiri, yakni Peraturan Bupati Ogan Komering Ilir Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perubahan Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pemilihan Kepala Desa Serentak dan Pemberhentian Kepala Desa.

Gelombang penolakan pertama datang dari Desa Desa Bukit Batu. Lebih dari separuh warga Bukit Batu menyatakan petisi penolakan pemilihan suara ulang. Petisi tersebut telah diserahkan warga kepada Bupati OKI dan juga diserahkan ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa pada Senin 29 November 2021.

Petisi tersebut telah ditandatangani sedikitnya oleh 1,203 orang sebagai dukungan penolakan pemilihan suara ulang. Menariknya angka tersebut justru mengalami kenaikan secara signifikan jika dibandingkan dengan perolehan suara Calon Kades Rumidah yaitu 1,006 suara.

“Figur kepemimpinan Rumidah diyakini akan membawa perubahan sebagaimana keinginan warga. Tanpa dukungan dari warga sendiri, terlebih, sebagai calon non petahana, tentunya cukup kesulitan mengumpulkan sekian ratus tandatangan dalam waktu singkat,” kata Noviadi salah satu warga Bukit Batu yang dikutip dari 

Selain Desa Bukit Batu, warga desa Karangsia Kecamatan Sungai Menang juga turut melayangkan sanggahan atas rekomendasi PSU dari Bupati. Menariknya kedua calon kepala desa yang bertarung justru sama-sama menolak dilakukan pemilihan suara ulang.

“Tadi sudah dilakukan mediasi dan Kepala DPMD tidak bisa mengambil keputusan karena hanya melaksanakan perintah dari Pak Bupati,” ujar Perwakilan Calon Kades Karangsia Nomor urut 2, Sugono SH.

Penolakan rekomendasi Bupati juga datang dari Calon Kades Karangsia Nomor Urut 1, Aziz. Dirinya tak menduga proses mediasi yang diupayakan dengan cara penghitungan ulang surat suara dihadapan Sekda, Asisten Bupati, tripika kecamatan, kedua pasangan cakades dan seluruh saksi waktu itu justru berakhir dengan keputusan dilakukannya PSU.

“Kami menolak PSU dan meminta tahapan Pilkades di Desa Karangsia dilanjutkan. Pilkades telah berjalan sesuai dengan tahapannya dan telah sesuai dengan Perbup yang berlaku,” kata Aziz calon nomor urut 1 dihadapan awak media.

Gelombang penolakan rekomendasi Bupati terkait PSU juga disampaikan masyarakat Desa Karang Agung Kecamatan Jejawi. Setidaknya ratusan warga Karang Agung mendesak Bupati OKI untuk segera melantik Calon Kepala Desa Nomor urut 1 Mislina.

Aksi penolakan tersebut disampaikan warga yang didominasi emak-emak melalaui petisi yang ditanda tangani oleh 412 warga sebagai bentuk penolakan PSU sekaligus dukungan moril kepada Mislina.

“Perintah pemungutan suara ulang sebagai awal keresahan yang terjadi di tengah warga. Terlebih, calon kepala desa dengan raihan suara terbanyak pilihan warga dituduh melakukan kecurangan. Padahal usai perhitungan suara berlangsung, sama sekali tidak ada sanggahan dari pihak manapun, termasuk dari sejumlah saksi maupun unsur lainnya yang terlibat terhadap ketetapan panitia pilkades yang menyatakan calon kades nomor urut 1 meraih suara terbanyak,” terang Hendi warga Karang Agung.

Kantor Hukum Prasaja Nusantara, Aulia Aziz Al Haqqi mengungkapkan pemungutan suara ulang merupakan produk hukum diluar peraturan yang berlaku.

Menurutnya aturan penanganan aduan pilkades secara jelas telah diatur Perbup OKI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perubahan Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pemilihan Kepala Desa Serentak dan Pemberhentian Kepala Desa.

“Sebagaiman diatur Pasal 60 yakni, setiap pengaduan yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan disampaikan secara tertulis kepada panitia pemilihan sampai pada saat ditutupnya rapat pemungutan suara,” kata Aulia.

Meski pengaduan, lanjut dia, dan keberatan atas perselihan jalannya pemilihan yang disampaikan diluar tahapan tidak dapat diterima, ruang ini sendiri, atas fasilitasi tim Pembina dan pemantau pilkades dari kecamatan yang dipimpin oleh Camat, Bupati diberikan tenggat 30 hari setelah hasil pilkades diterima diperkenankan untuk menyelesaikannya.

“Apabila pengaduan tidak dapat diselesaikan maka akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku dan tidak menghentikan proses tahapan Pilkades itu sendiri,” pungkasnya.

Menyoroti ramainya penolakan terhadap rekomendasi Bupati terkait PSU, Ketua Jaringan Pendamping Kinerja Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (JPKP OKI), Ali Musa mengingatkan agar Pemkab OKI tetap taat aturan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bupati Ogan Komering Ilir Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perubahan Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pemilihan Kepala Desa Serentak Dan Pemberhentian Kepala Desa. 

“Kami ingatkan kembali, pemda harus tegas bersikap dalam penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa serentak Tahun 2021. Pemda tidak boleh tunduk dengan kepentingan segilintir orang yang inginkan pemilihan suara ulang. Aturan penyelesaian sengketa pilkades sendiri secara aturan masuk ranah hukum, yakni melalui PTUN,” terangnya di Kayuagung, Minggu (5/12/2021). 

Dalam kajian JPKP OKI atas beberapa persoalan pada tahapan pelaksanaan pilkades serentak 2021, Ali menuturkan, dibalik produk “haram” berupa gugatan pemilihan suara ulang ini sendiri, menurut dia, diusung oleh segelintir orang dalam gerakan aksi unjuk rasa. Pendekatan macam ini, ditenggarai membawa kepentingan orang tertentu, ketimbang berada diatas keadilan untuk semua. 

Lebih dalam, Ali Musa juga menyoroti ancaman unjuk rasa yang dikemukakan salah satu pihak calon kades yang berseteru itu sendiri merupakan intimidasi psikologis. 

“Mirisnya, dihadapan gerakan ini, pemda OKI justru tidak berdaya. Bahkan, tanpa kerepotan sama sekali, kantor Dinas PMD berhasil mereka segel. Meski terlalu jauh bila disebut terjadi indikasi pembiaran, yang pasti objek vital milik negara itu berhasil ditutup,” tuturnya.

Dilanjutkan dirinya, kendati dalam gelar mediasi terungkap sejumlah aturan hukum maupun sejumlah fakta yang disampaikan langsung oleh pelaksanaan pemilihan kepala desa cenderung telah berjalan sesuai aturan, namun akhirnya, ia malah menyayangkan pemilihan suara ulang justru ditetapkan pemda sebagai solusi atas silang sengketa pilkades.

Dalam surat vvngan panitia pilkades, BPD. Camat juga diarahkan untuk melibatkan unsur Tripika dalam persiapan pemilihan suara ulang di desa masing-masing. 

“Publik kembali menyaksikan ketidakberdayaan pemkab OKI setelah terbitnya surat Bupati Ogan Komering Ilir, Iskandar kepada sejumlah camat dimana dalam wilayahnya terdapat desa yang diklaim terjadi pelanggaran pelaksanaan pilkades,” katanya. 

Gestur wajah penggiat kontrol sosial ini seketika berubah disaat dirinya mengaku merasa khawatir terhadap indikasi terjadi pembiaran pengerahan massa dapat dijadikan alat untuk pemaksaan kehendak dengan menekan pemda. 

Diteruskan dia, kendati ia menyebut kemerdekaan menyatakan pendapat melalui unjuk rasa diatur undang-undang, namun dia menyayangkan bila disertai ancaman sebelumnya,

“Jangan hanya oleh ada ancaman unjuk rasa, pemda lantas memilih melanggar aturan yang telah dibuatnya sendiri. Jelas kelihatah buruk bagi demokrasi bila ini tetap dipaksakan. Publik menjadikan ini catatan hitam mosi tidak percaya atas kedaulatan pemda untuk berada diatas semua golongan,” imbuhnya. 

Sisi lain, pola pemaksaan kehendak ala Barbar tidak akan terjadi bila kepastian hukum dalam suatu aturan memuat kejelasan dari objek sengketa, legal standing, serta pengaturan mekanisme penyelesaian sengketa, termasuk aturan kewenangan lembaga dalam sengketa pilkades, 

Kepastian hukum merupakan standar pelaksanaan pilkades. Mulai dari tahap awal hingga akhir secara komprehensif, 

“Dengan aturan secara rigid, semua pihak dapat secara  sadar dan menghormati proses yang benar serta juga mengeliminasi  adanya hukum  rimba. Siapa yang kuat atau dekat dengan lingkaran orang kuat dia akan menang,” ungkapnya. (tim)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *