Agustinus Umbu Lepa, Pengurus DPD BMI NTT “Gubernur Harus Mengedepankan Pendekatan Humanis !!”

 447 total views

Sumba Tengah NTT, GlobalInvestigasinews.com – Hal ini yang di sampaikan oleh Agustinus Umbu Lepa, pengurus DPD BMI NTT, (kepala Bidang Pendidikan dan Pengkaderan) sekaligus koordinator BMI wilahayah Sumba.
Beberapa hari belakangan ini beredarlah vidio aduh mulut antara masyarakat Sumba Timur yang merupakan masyarakat adat (pemilik tanah ulayat), yang menyebabkan kesalapahaman antara Umbu Maramba Hawu yang merupakan tokoh adat dan Gubernur NTT Viktor B. T. Laiskodat.

Read More

Wacana masyarakat hukum adat, berjalan dengan seiring sejarah kolonialisme modern pada abad ke 6 silam. Yang dimana waktu itu masyarakat adat mendiami wilayah yang di kuasai dan di jajah oleh kaum kolonialis indigenous, native, dan aboriginal. Sementara wacana hak-hak masyarakat hukum adat, berjalan seiring dengan fenomena bangkitnya gerakan hak asasi manusia pada abad 20.

Hak ulayat mengalami perubahan dari masa ke masa. Sehingga pada saat kemerdekaan, terjadi perubahan revolusioner terhadap perkembangan agreria di indonesia. Hal tersebut terjadi juga pada hak ulayat. Sehingga pada tahun 1960 lahirlah undang-undang yang revolusioner yaitu undang-undang nomor 5, tahun 1960 tentang perarturan-peraturan agreria. Bahwa hak ulayat mendapatkan eksitensi dan pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, tambah Umbu Agus sebagai aktivitis PMKRI Cabang kupang.

Pada saat era orde baru terjadi perkembangan dalam agreria di Indonesia terutama dalam hak ulayat. Pada era reformasi telah membawa perubahan yang berarti minimal dalam konstitusi. Perubahan tersebut di tandai dengan pengakuan kearifan lokal dan amendemen ke 2 undang-undang 1945 pada pasal 18B yang berbunyi bahwa negara mengakui dan menghormati, kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-haknya tradisionalnya sepanjang masih hidup, dan sesuai perkembangan bangsa dan masyarakat pada prinsip-prinsip negara kesatuan republik indonesia yang di atur dalam undang-undang. Maka dari perubahan-perubahan perundang-undangan yang membelenggu penguasa tanah, agar memberikan penghidupan dan keadilan agreria bagi masyarakat. Maka majelis permusyawaratan rakyat mengeluarkan TAP MPR no. IX/MPR/2001 perubaha agreria dan pengelolaan sumber daya alam. Yang pada intinya pembaharuan agreria adalah perubaha struktural yang mendasarkan diri pada hubungan-hubungan intra dan antar objek-objek agreria dalam kaitan akses domestik melalui otonomi daerah.

Maksud dan tujuan Gubernur NTT bapak Viktor B. T. Laiskodat atas lahan di Sumba Timur bagian Kaburu baik, yaitu untuk mensejahterakan masyarakat kususnya masyarakat sumba dan umumnya masyarakat NTT dan buka lapangan pekerjaan sesuai visi dan misi yang di sampaikan pada saat kompanye 2018 lalu, tambahnya umbu Agus sebagai mantan ketua Umum Gerakan Pembinaan Rohani Muda Katolik Sumba

Masyarakat sumba sangat kental dengan budaya. Masih berpegang pada hukum kekerabatan menarik garis keturunanya secara patriliniel. Setelah Umbu Maramba Hawua mendengar penjelasan yang di sampaikan oleh Bapak Gubernur, bahwa ada niat baiknya, Umbu Maramba Hawu tidak melawan pada pemerintah, hanya meminta haknya. Tapi mala Bapak Gubernur mau mempenjarakan masyarakatnya jika melawan atau tanah ini tidak di berikan pada pemerintah untuk di kelola.

Seharusnya Bapak Gubernur NTT sebagai pejabat buplik harus mengutamakan pola pendekatan persuasif, humanis dan mengedepankan tata budaya kultur sumba sebagai bentuk penghormatan bagi tokoh adat. Sehingga kami minta Bapak Gubernur NTT segera pendekatan ulang dengan masyarakat sehingga ada penyelesaian dengan masyarakat, dan stoplah berkata-kata kasar pada masyarakat, seorang pemimpin itu harus mengayomi masyakatnya bukan membentak dan mengancam masyaraktanya.
“Sumber:DPD BMI NTT”

(GINEWS)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *